Langsung ke konten utama

Esay Pendidikan Informal Keluarga Sebagai Pondasi Anak



Pada era globalisasi peluang budaya masuk ke tanah air semain melebar. Dengan demikan Indonesia mempunyai tantangan tersendiri, terutama anak-anak dan pemuda. Mereka adalah pihak yang paling rawan terpengaruh oleh bangsa asing yang sili berganti. Budaya asing itu kebanyakan kurang cocok dengan kepribadian Bangsa indonesia. Seperti yang sudah kita ketahui , sekarang ini banyak budaya barat yang merasuki para generasi bangsa. Mulai dari cara berbusana yang kurang sopan, cara hidup konsumtif, ketergantungan narkotika hingga seks bebas. Kasus kasus tersebut sudah biasa terdengar di telinga kita.

Ada banyak cara untuk menanggulangi dampak negatif tersebut. Pendidikan merupakan cara yang paling alternatif untuk mengajarkan kepada para muda menuju masa depan yang lebih baik. Selain pendidikan di sekolahan, pendidikan informal yang dilakukan keluarga sangatlah penting untuk mengajarkan anak berperilaku baik. Tetapi para orang tua beranggapan bahwa kalau sudah menyekolahkan anaknya, maka terselesaikan pekerjaan orang tua. Padahal pendidikan yang dilakukan keluarga merupakan bagian yang paling penting. Jika keluarga berperilaku baik, anak pun akan mengikuti perilaku tersebut.

Pendidikan di sekolahan merupakan tembok yang memperkuat mutu berfikir anak, sedangkan pendidikan yang dilakukan oleh kedua orang tua merupakan pondasi untuk pijakan anak menuju masa depan.  Keluarga merupakan awal dari pendidikan anak itu dimulai. Maka orang tua hendaklah bisa menjadi pendamping yang baik untuk masa depan anak. Dengan demikian orang tua hendaknya bisa menjaga anaknya terhindar dari perilaku yang kurang baik.

Yang dimaksud menjaga anak bukanlah penjagaan yang melarang anak keluar dari halaman rumahnya. Hal tersebut membuat anak picik akan sosiallisasi, juga membuat anak tersebut setres. Memang ada dua dampak dari perilaku tersebut. Tetapi dmpak yang paling berat adalah negatif. Selain picik akan sosial dan setres juga anak tersebut akan gampang terpengaruh budaya baru.

Langkah yang paling baik adalah keluarga menanamkan budi dan moral yang baik terhadap anak. Membiarkan anak dengan mengembangkan hobinya. Dengan demikian  anak akan dapat memilah-milah budaya yang sekiranya baik dan buruk. Itulah perilaku yang harus dilakukan untuk orang tua untuk mendidik anaknya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Tugas Bahasa Jawa "Upacara Adat Nyadran"

TUGAS BASA JAWA UPACARA ADAT NYADRAN Dipun Susun Dening: Wildan Wing Wirawan (02) Fauzar Restu Ginanjar (07) Nurina Oktavianti (23) Retno Hastuti (24) Kelas XII MIPA 4 SMA NEGERI 2 WATES BAB I A.     Dhasaring Panaliten Kebudayaan inggih menika elemen ingkang mboten saged kalepas saking kahuripan manungsa. Wonten satunggal sisi, manungsa nyiptaaken budaya, ananging wonten sisi lain, manungsa prosduk saka budaya kang urip. Sesambetan pengaruh menika butki manungsa moten saged urip tanpa budaya. Kahuripan budaya inggih menika titikan manungsa lan badhe kalampahan dening manungsa. Wonten ing Indonesia kathah ragam kebudayaan. Salah satunggaling inggih menika upacara nyadran. Upacara nyadran yaiku pesta rakyat sing awujud bentuk rasa syukure masyarakat marang Gusti Allah amarga bumi iki bisa dadi sumbere urip. Acara manganan utawa nyadran lumrahe saben desa nduweni dina, tradisi lan panggonan sing beda-beda. Ana sing dirindak...

Puisi Sketsa Rembulan Padam

Hari gelap Dimana setengah hari berubah menjadi hitam Warna-warna terang berubah menjadi remang dan gelap Rembulan, Rembulan datang menyinari ketika hari itu datang Mengganti warna-warna remang dan gelap menjadi terang Kesunyian, Kesunyia yang mencekap kerap kali menemani Berdiri dipojok-pojok sebuah hati, tak mau pergi “Aku tahu kamu hari ini akan datang Aku tahu hari ini juga dirimu akan datang Aku menantikan walau hanya sepatah kata Tetap menunggu dibawah harapan” Angin berhembus Berhembus diantara sebuah perasaan yang terikat oleh janji Mengikat kuat melukai perasan Padam, Bulan sempurna padam, tak ada yang menggantung Tinggal perasaanku yang digantungkan Pohon Digantung diantara pepohonan nan tinggi menjulang Terikat oleh suata zat yang tidak diketahui bentuknya

Esay "Karena Sampah Sudah Menjadi Biasa"

“Apakah budaya buang sampah sembarangan sudah menjadi teman hidup?” Itulah pertanyaan yang selalu aku tanyakan dalam benakku. Tepetnya hari ini (Selasa, 17 Juni 2014) sesudah aku mengaji di pondok pesantren di dekat rumahku. Sebut saja namanya Nisa dan Abdul (dia anak kyai). Aku melihat Nisa bermain bola di pelataran mushola. Dari kejauhan Abdul membawa makanan yang diberikan oleh ibunya. Saking gembiranya Abdul membawa plastik makanan itu dengan menaiki sepeda sambil berlenggak –lenggok mengelilingi Puskestren (Pusat Kesehatan Pesantren). Wusss.... dengan gaya ala Valentino Rossi. Nisa yang melihat Abdul membawa makanan itu jadi ingin memintanya. Lantas dia memanggil Abdul dengan suara yang tak karuan kerasnya, “Dul, aku minta jajananmu, Dul!” Seperti sudah mendapatkan sinyal dari kakaknya, Abdul mengayuh sepeda mendekati Nisa yang sedang bermain bola barunya di depanku. Bola itu diberikan dari salah satu Partai yang berkampanye sebelum pemilu tahun ini. Tetapi baru dibuka ...