Langsung ke konten utama

Puisi Ampuni Hamba-Mu



5 Agustus 2012
Karya Fauzar Restu Ginanjar
Kala merasa resah
Teringat masalah yang makin susah
Terbayang dosa yang makin menambah
Dan raga tak lagi tambah
            Terpuruk iman masih ada setetes rasa masih di dada
            Walau hidup penuh dosa surga di sana tetap terbuka
Ku bukan manusia sempurna, Jalan hidupku hanya sesaat
Bagi-Mu aku setitik debu, karena Kau Esa
Berdo’a yang kubisa
Sembayang pada-Mu ku masih mampu
Berharap hidupku tanpa dosa
Tuhan . . . tolong ampuni hambamu
            Aku memang bukan ahli surga
            Tapi aku tak kuasa dengan siksa neraka
            Dan aku tahu diriku
            Bukan manusia paling suci
Tapi, sudahlah . . .
Beri hamba-Mu pengampunan
Leburkan dosa untuk surga
Karena hanya pada-Mu aku meminta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Tugas Bahasa Jawa "Upacara Adat Nyadran"

TUGAS BASA JAWA UPACARA ADAT NYADRAN Dipun Susun Dening: Wildan Wing Wirawan (02) Fauzar Restu Ginanjar (07) Nurina Oktavianti (23) Retno Hastuti (24) Kelas XII MIPA 4 SMA NEGERI 2 WATES BAB I A.     Dhasaring Panaliten Kebudayaan inggih menika elemen ingkang mboten saged kalepas saking kahuripan manungsa. Wonten satunggal sisi, manungsa nyiptaaken budaya, ananging wonten sisi lain, manungsa prosduk saka budaya kang urip. Sesambetan pengaruh menika butki manungsa moten saged urip tanpa budaya. Kahuripan budaya inggih menika titikan manungsa lan badhe kalampahan dening manungsa. Wonten ing Indonesia kathah ragam kebudayaan. Salah satunggaling inggih menika upacara nyadran. Upacara nyadran yaiku pesta rakyat sing awujud bentuk rasa syukure masyarakat marang Gusti Allah amarga bumi iki bisa dadi sumbere urip. Acara manganan utawa nyadran lumrahe saben desa nduweni dina, tradisi lan panggonan sing beda-beda. Ana sing dirindak...

Puisi Sketsa Rembulan Padam

Hari gelap Dimana setengah hari berubah menjadi hitam Warna-warna terang berubah menjadi remang dan gelap Rembulan, Rembulan datang menyinari ketika hari itu datang Mengganti warna-warna remang dan gelap menjadi terang Kesunyian, Kesunyia yang mencekap kerap kali menemani Berdiri dipojok-pojok sebuah hati, tak mau pergi “Aku tahu kamu hari ini akan datang Aku tahu hari ini juga dirimu akan datang Aku menantikan walau hanya sepatah kata Tetap menunggu dibawah harapan” Angin berhembus Berhembus diantara sebuah perasaan yang terikat oleh janji Mengikat kuat melukai perasan Padam, Bulan sempurna padam, tak ada yang menggantung Tinggal perasaanku yang digantungkan Pohon Digantung diantara pepohonan nan tinggi menjulang Terikat oleh suata zat yang tidak diketahui bentuknya

Esay "Karena Sampah Sudah Menjadi Biasa"

“Apakah budaya buang sampah sembarangan sudah menjadi teman hidup?” Itulah pertanyaan yang selalu aku tanyakan dalam benakku. Tepetnya hari ini (Selasa, 17 Juni 2014) sesudah aku mengaji di pondok pesantren di dekat rumahku. Sebut saja namanya Nisa dan Abdul (dia anak kyai). Aku melihat Nisa bermain bola di pelataran mushola. Dari kejauhan Abdul membawa makanan yang diberikan oleh ibunya. Saking gembiranya Abdul membawa plastik makanan itu dengan menaiki sepeda sambil berlenggak –lenggok mengelilingi Puskestren (Pusat Kesehatan Pesantren). Wusss.... dengan gaya ala Valentino Rossi. Nisa yang melihat Abdul membawa makanan itu jadi ingin memintanya. Lantas dia memanggil Abdul dengan suara yang tak karuan kerasnya, “Dul, aku minta jajananmu, Dul!” Seperti sudah mendapatkan sinyal dari kakaknya, Abdul mengayuh sepeda mendekati Nisa yang sedang bermain bola barunya di depanku. Bola itu diberikan dari salah satu Partai yang berkampanye sebelum pemilu tahun ini. Tetapi baru dibuka ...